Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SENGKANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2018/PN Skg Ambo Illa Bin Tenri Kapolres Wajo Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 27 Des. 2018
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2018/PN Skg
Tanggal Surat Rabu, 26 Des. 2018
Nomor Surat 04/Pid.Prap/2018/Pn.Skg
Pemohon
NoNama
1Ambo Illa Bin Tenri
Termohon
NoNama
1Kapolres Wajo
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Yang bertanda tangan di bawah ini :

FIRMAN KOLLENG.S.H

SYAHRIR SYAM, S.H.

----------------------------------------- YANDI WAHYUDI, S.H. -------------------------------------

Kesemuanya adalah Advokat/Penasehat Hukum dari Kantor Advokat “ FIRMAN KOLLENG, S.H. & REKAN”, berkedudukan di JalanSultan Alauddin No : 149 ,Kelurahan Gunungsari.Kecamatan Rappocini, Kota Makssar. Telp : 085 298 970 489, dalam hal ini bertindak baik bersama – sama maupun sendiri – sendiri  untuk dan atas nama:

 

Nama                                     : AMBO ILLA BIN TENRI

Tempat tanggal lahir           : Kaluku Siponge, 1 Juli 1970

umur                                       : 48 Tahun

Jenis Kelamin                      : laki-laki,

agama                                    : Islam,

Pekerjaan                              : Petani

Alamat                                    : Kaluku Siponge Kel.Minangae,Kec.Sajoanging

Kabupaten Wajo

 

Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 19 Desember 2018 untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Pra Peradilan.

 

------------------------------------------------ Melawan --------------------------------------------------

 

Negara Republik Indonesia, Cq. Pemerintah RI, Cq. Kepala Kepolisian RI, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Cq. Kepala Kepolisian Resort Wajo berkantor di Jalan Rusa, Kelurahan Bulu Pabbulu,Kecamatan Tempe ,Kabupaten Wajo Propinsi Sulawesi Selatan,Kode Pos : 90911 untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Pra Peradilan.

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dengan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Reserse Kriminal Umum Polres Wajo.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
  2. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
  3. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  4. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  5. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  6. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
  7. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
  8. Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  9. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  10. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  11. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian,
  12. bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

  13. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
    1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
    2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
    3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
    4. PutusanPengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
    5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
  14. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
  15. Mengadili,

    Menyatakan :

  16. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
    • [dst]
    • [dst]
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasukPenetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  17. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
  18. II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

  19. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA
  20. Bahwa pemohon sejak awal di panggil ke Polres Wajo sudah  merasakan adanya kejanggalan dan rasa ketidak adilan  dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Wajo dengan tidak diberikan kesempatan memberikan klarifikasi   atas  tuduhan  yang  dialamatkan  kepada  Pemohon, oleh  karena
  21.  

    pemohon langsung dijadikan  sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana sebagaimana dalam ketentuan pasal 285 KUHP berdasarkan laporan polisi Nomor : LP / 985/XII/2018/SULSEL/ RES WAJO,Tanggal  12 desember 2018.

  22. Bahwa pemohon pra peradilan sejak awal berdasarkan laporan polisi Nomor :  LP / 985/XII/2018/SULSEL/ RES WAJO,Tanggal 12 Desember 2018.dengan dugaan tindak pidana sebagaimana pasal 285 KUHPidana.dengan status langsung ditetapkan sebagai tersangka,tanpa melalui proses pemeriksaan awal sebagai saksi dan tidak pernah membuktikan Pemohon diperiksa sebagai calon Tersangka, akan tetapi Pemohon langsung ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada saat setelah ditetapkan sebagai Tersangka.
  23. Bahwa adapun penetapan tersangka atas diri pemohon yang dilakukan oleh Termohon Pra peradilan adalah bertentangan dengan  hukum acara dimana pemohon pra peradilan awalnya dipanggil ke Polsek sajoanging tanpa melalui surat panggilan secara resmi , akan tetapi pemohon Pra peradilan dipanggil kekantor Polsek melalui hand phone  itupun melalui perantaraan temannya kemudian diteruskan kepada Pemohon Pra Peradilan pada tanggal 11 Desember 2018 dengan alasan pemohon pra peradilan mau diamankan untuk menghindari jangan sampai ada keluarga dari pihak korban mengamuk.
  24. Bahwa pemohon Pra peradilan di inapkan di kantor Polsek sajoanging  selama satu malam dan baru pada ke esokan harinya yakni pada Tanggal 12 desember 2018 Pemohon Pra Peradilan di bawah ke kantor Polre s Wajo,  dan pada sat itu Pemohon Pra Peradilan langsung di periksa sebagai tersangka  tanpa di dampingi oleh penasehat hukum dan pada saat itu juga langsung dilakukan penahanan sebagaimana surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan oleh Termohon Pra Peradilan Nomor ; SP.Han / 54 / XII / RES 1.4 / 2018 / Reskrim
  25. Bahwa tindakan upaya paksa antara lain penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan,penyitaan,penahanan dan penuntutan,yang dilakukan dengan
  26. melanggar peraturan perundang -undangan  adalah merupakan suatu tindakan yang merampas hak asasi manusia.

  27.  Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 dan pasal 77 KUHAP menyatakan :
  28. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan                  memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :

  29. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  30. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  31. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
  32. Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan pendahuluan sebagai saksi / calon tersangkanya.Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. diikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Reskrim Polsek Rappocini,dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi / calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Reskrim Polsek Rappocini yang memeriksa  perkara A Quo.
  33.  

     

  34. Bahwa sebagaimana diakui oleh Pemohon , bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon pada saat setelah dilakukan pemeriksaan dan langsung dilakukan penahanan  bersamaan dengan dengan dikeluarkannya surat penangkapan pada hari itu juga yaitru pada hari rabu tanggal 12 desember 2018, tanpa didahului surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon, sehingga apabila mengacu kepada surat penangkapan dan penahanan tersebut  maka dapat dipastikan bahwa tidak pernah ada surat perintah penyelidikan kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.
  35. Bahwa menurut Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama per rmulaan “penyidikan.Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
  36. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

  37. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK   mengabulkan   sebagian   permohonan   yang   salah  satunya
  38. menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

    Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.

    “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.

  39. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Berdasar pada Laporan Polisi Nomor : LP/985/XII/2018/Sulsel/Res Wajo tanggal 12 Desember 2018 dan Surat Penyidikan Nomor : SP.Sidk/536/XII/2018/RESKRIM,tanggal 12 Desember 2018. Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung dipanggil dan dilakukan pemeriksaan dan setelah pemohon di periksa dilakukan penangkapan dan penahanan, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa
  40.  

     

    untuk pertama kali oleh Termohonpada saat itu ditetapkanTersangka yakni pada tanggal 12 Desember 2018.

  41. Bahwa Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanyaTidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Reserse Kriminal Umum Polres Wajo, dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo.
  42. TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON
  43. Bahwa sebagaimana diakui baik oleh Pemohon maupun Termohon, bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan surat penangkapan oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SP.Kap/8/RES.1.4/2018/Reskrim tertanggal 12 Desember 2018. Bahwa apabila mengacu kepada surat penangkapan surat tidak pernah ada surat perintah penyelidikan kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.
  44. setelah dilakukan pemeriksaan kemudian Termohon melakukan Penahanan kepada Pemohon berdasarkan surat perintah penahanan nomor : SP. Han / 54 / XII / 2018 / Reskrim. Tanggal 13 Desember 2018 untuk selama 20 hari .
  45. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan
  46. dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan(hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan  tindakan  penyidikan,  dilakukan

    dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.

    Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.

  47. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon,   maka  dapat  dikatakan  penetapan   tersangka   dengan atau
  48.  

     

     

    tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

  49. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA.
  50. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Wajo kepada Pemohon hanya berdasar Keterangan Saksi.
  51. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
  52. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

  53. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
  54. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
  55. Bahwa sudah merupakan ketentuan umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis.
  56. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. dariketeraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

  57. Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
  58. hingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  59. “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
  60. Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
  61.  

    Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

    III. PETITUM

    Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wajo yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  62. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  63. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Perkosaan, sebagaimana dimaksud dalam 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Wajo Reserse Kriminal Umum adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  64. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
  65. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  66. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  67. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
  68. PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan  Negeri   Wajo  yang  memeriksa,  mengadili  dan   memberikan  putusan

     

    terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

    Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

    Makassar,  26  Desember  2018

    Hormat kami,

    Kuasa Hukum Pemohon Pra Peradilan

     

     

     

                  FIRMAN KOLLENG,S.H                         SYAHRIR SYAM,SH 

     

     

     

        YANDI WAHYUDI,S.H

Pihak Dipublikasikan Ya