Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SENGKANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Skg Zainuddin DITRESKRIMUM POLDA SULAWESI SELATAN Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 08 Sep. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Skg
Tanggal Surat Kamis, 08 Sep. 2022
Nomor Surat 2/Pid.Pra/2022
Pemohon
NoNama
1Zainuddin
Termohon
NoNama
1DITRESKRIMUM POLDA SULAWESI SELATAN
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

H.MAKMUR M RAONA, SH., MH., MUHAMMAD RUSLI, SH. kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada “MAKMUR M RAONA & REKAN” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di Jl. H.Andi Abu Bakar No.1 Kota Parepare Sulawesi Selatan,, HP. 08114211969, Email : raona1974@gmail..com.

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal No.024.1/Adv-MMR-Pre/SKK/Vii/2022, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama ZAINUDDIN selanjutnya disebut sebagai PEMOHON ———————————————————————————-

——————————–M E L A W A N——————————–

DITRESKRIMUM POLDA SULAWESI SELATAN yang beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan 55 Makassar selanjutnya disebut sebagai TERMOHON ——————————————————————————————–

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Pengancaman dan  Pengrusakan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Sulawesi Selatan Direktorat Reserse Kriminal Umum.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law.Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  •  
    1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
    2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
    3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  •  
    1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
    2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara.Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian,

bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

  •  
    1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
    2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
    3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
    4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
    5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
    6. Dan lain sebagainya
    7. f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

      Mengadili,

      Menyatakan :

    8. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
      • [dst]
      • [dst]
      • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
      • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
    9. g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

       

       

      II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

      1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA

    10. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
    11. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.
    12. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
    13. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
    14. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Berdasar pada Surat Panggilan untuk pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon, yakni melalui surat undangan klarifikasi oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor B/5243/XII/RES.1.11/2021/Krimum tertanggal 30 desember 2021 atas dasar LaporanPengaduan H.Muh Saleh,selanjutnya Pemohon sebagai Tersangka dipanggil oleh Termohon berdasarkan Surat panggilan untuk diambil keterangan tambahan,dan Termohon pada tanggal 14 April 2022 dan tidak pernah memanggil Pemohon diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada saat setelah ditetapkan sebagai Tersangka yakni pada tanggal 7 april 2021
    15. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanyaTidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Selatan
    16. Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo.
    17. 2. TERMOHON TIDAK MELAKUKAN  PENYELIDIKAN TERHADAP PEMOHON

    18. Bahwa Termohon melakukan klarifikasi terhadap Pemohon ZAINUDDIN dengan dasar Laporan Pengaduan H.MUH SALEH dan Sp-Lidik/2304/XII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum tanggal 24 Desember 2021 melalui surat undangan klarifikasi Nomor : B.5243/XII/RES.1.11/2021/Krimum tanggal 30 Desember 2021,dan Pemohon SAMURIDA dengan undangan Klarifikasi Nomor : B.5245/XII/RES.1.11/2021/Krimum tanggal 30 Desember 2021 (Bukti P.1,P.1.a)
    19. Bahwa Pemohon tidak pernah dipanggil dan dimintai keterangannya oleh Termohon selaku saksi dalam perkara dugaan tindak pidana Pengrusakan dan Pengancaman sebagaimana dimaksud didalam pasal 170 dan Pasa 335 KUHPidana,sehingga tindakan Termohon melakukan penyidikan terhadap Pemohon dengan tidak didahului tindakan penyelidikan terhadap Pemohon bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 butir 5 KUHAP)
    20. Bahwa termohon hanya melakukan pemeriksaan selaku saksi terhadap saudara SUPARDI SAHUDI pada tanggal 28 Juni 2022 berdasarkan surat panggilan nomor : S.Pgl/689/VI/RE.1.11/2022/Ditrekrimum Tanggal 3 juni 2022 untuk memberikan keterangan tambahan,sedangkan sebelumnya saksi SUPARDI SAHUDI  tidak pernah dimintai keterangannya oleh Termohon (ukti P.2)
    21. Bahwa Termohon berdasarkan hasil gelar perkara pada tanggal 1 April 2022 telah menetapkan Pemohon dari saksi ke Tersangka,dan Termohon melalui surat Pemberitahuan penetapan tersangka Nomor : B.485/RES/2022/Krimum pada tanggal 7 April 2022 terhadap Pemohon SAMSURIDA,dan Pemohon ZAINUDDIN berdasarkan pemberitahuan penetapan Tersangka melaui surat Nomor : B.486/IV/RES/2022/Krimum tanggal 7 April 2022 dan Pemohon AWAL.P berdasarkan pemberitahuan penetapan tersangka melalui  surat Nomor B.485/RES/IV/2022/Krimum tanggal 7 April 2022 sedangkan Pemohon sebelumnya tidak pernah diperika selaku saksi,(Bukti P.3-P.3.a – P.3.b)
    22. Bahwa Berkas Berita acara pemeriksaan  terhadap Pemohon selaku saksi yang dibuat oleh Termohon adalah hasil rekayasa Termohon,oleh karena pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap Pemohon adalah surat Panggilan Tertanggal 14 juni 2022 yang diterima Pemohon adalah surat Panggilan yang isinya menerangkan untuk didengar keterangan tambahan sebagai tersangka dan pemeriksaan tersebut diaksanakan pada tanggal 28 juni 2022
    23. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,penetapan terSangka pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
    24. Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik sebagaimana dimaksud pasal 1 Angka 2 KUHAP, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
    25. Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penetapan Tersangka,penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
    26. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
    27. 3. PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, AKAN TETAPI TERUS-MENERUS DILAKUKAN PENYIDIKAN

    28. Bahwa Termohon  meningkatkan status Pemohon dari saksi ke Tersangka  pada tanggal 7 april 2022 berdasarkan hasil gelar perkara tanggal 1 April 2022,dan melalui surat penetapan tentang peralihan status No.S.Tap/40/IV/RES.1.11/2022/Krimum tanggal 6 april 2022,
    29. Bahwa oleh karena Pemohon telah ditetapkan selaku Tersangka,dan Termohon pada tanggal 14 April 2022 melakuan panggilan Terhadap Pemohon selaku tersangka untuk didengar dimintai keterangan untuk yang pertama kalinya sebagai tersangka melalui surat panggilan kepada masing-masing Pemohon sebagai berikut :
    30.  

      a.MUH SAIFULLAH AKBAR dengan Nomor SPGL/485/IV/2022/Ditreskrimum tertanggal 11 April 2022

      b.ZAINUDDIN dengan Nomor SPGL/487/IV/2022/Ditreskrimum tertanggal 11 April 2022

      c.AWAL.P dengan Nomor SPGL/484/IV/2022/Ditreskrimum tertanggal 11 April 2022

      d.SAMSURIDA dengan Nomor S.Pgl/486/IV/2022/Ditreskrimum tertanggal 11 April 2022

      (Bukti P.4-P.4.a-P.4.b)

    31. Bahwa kemudian  pada Tanggal 28 April 2022 kembali Termohon memanggil Pemohon seaku Tersangka untuk dimitai keterangannya dikantor Termohon pada Tanggal 9 Mei 2022 berdasarkan surat Panggilan untuk masing-masing Pemohon sebagai Berikut :
    32. a.MUH SAIFULLAH AKBAR Nomor : S.Pgl 576/IV/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      b. AWAL.P Nomor : S.Pgl 574/IV/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      c.SAMSURIDA Nomor : S.Pgl 575/IV/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      d. ZAINUDDIN Nomor : S.Pgl 573/IV/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      (Bukti P.5-P.5.a-P.5.b-P.5.c)

      Bahwa pada tanggal 3 juni 2022 Termohon kembali memanggila Pemohon selaku tersangka dengan berdasarkan surat Pemanggilan untuk dmintai keterangannya dikantor Termohon pada tanggal 8 juni 2022 berdasarkan urat Panggilan untuk masing-masing Pemohon sebagai berikut :

      a.MUH SAIFULLAH AKBAR Nomor : S.Pgl 685/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      b. AWAL.P Nomor : S.Pgl 687/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      c.SAMSURIDA Nomor : S.Pgl 686/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      d. ZAINUDDIN Nomor : S.Pgl 688/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022 

      (Bukti P.6-P.6.a-P.6.b-P.6.c)

      namun Pemohon tidak dapat hadir oleh karena tidak memiliki biaya transportasi ke Kantor Termohon,sehingga Pemohon menyampaiakn melalui surat kepada Termohon pada tanggal 9 juni 2022 agar dilakukan penundaan pemeriksaan terhadap Pemohon,dan selanjutnya Termohon melayangkan panggilan kedua Teranggal 14 Juni 2022,namun Pemohon baru dapat menghadiri Panggilan Termohon paa tanggal 27 sampai dengan 28 Juni 2022  adapun surat panggilan kedua Termohon kepada Pemohon adalah sebagai berikut :

      a.MUH SAIFULLAH AKBAR Nomor : S.Pgl 685.a/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      b. AWAL.P Nomor : S.Pgl 687.a/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      c.SAMSURIDA Nomor : S.Pgl 686.a/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      d. ZAINUDDIN Nomor : S.Pgl 688.a/VI/RES.1.11/2022 Tanggal 28 April 2022

      (bukti P.7-P.7.a-P.7.b-P.c-P.7.d) 

    33. Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, dimana pemeriksaan terhadap Pemohon yang didahului dengan pemeriksan sebagai Tersangka selama 4 (empat) kali berturut turut,dan Termohon tidak pernah melakukan pemeriksaan kepada Pemohon selaku saksi
    34. PEMANGGILAN YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON CACAT HUKUM

    35. Bahwa  Termohon sejak awal melakukan pemanggilan dilakukan dengan cara menggunakan jasa kurir,dan jasa sopir angkutan,sehingga demikian Termohon telah melanggar dari ketentuan KUHAP yang mengatur tentang tata cara pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 227 ayat 2 KUHAP yang berbunyi Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan tanggal serta tanda tangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya.namun kenyataannya pemangilan dilakukan oleh termohon hanya menggunakan jasa kurir,dan jasa sopir angkutan darat,
    36. Bahwa panggilan yang  tidak dilakukan secara langsung oleh Petugas kepada yang bersangkutan harus dinyatakan “Tidak sah”dan panggilan tidak dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain,dengan demikian tindakan Termohon memanggil pemohon dengan cara menggunakan jasa kurir JNT melanggar ketentuan pasal 227 ayat 1 KUHAP
    37. Bahwa pada tanggal 9 Mei 2022 Pemohon mengajukan permohonan permintaan Turunan Berita Acara kepada Termohon,namun Termohon hanya menjanjikan saja akan memberikan,namun pada kenyataannya Termoho tidak menyerahkan Turunan Berita Acara Pemeriksaan,sehingga tindakan dapat inila sebagai Penolakan,atas tindakan tersebut Termohon telah  melanggar ketentuan Pasal 72 KUHAP yang berbunyi “Atas permintaan Tersangka atau Penasehat hukum pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya”(Bukti P.8)
    38. Hal mana dalam proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.
    39. Bahwa hal tindakan Termohon telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b yang pada intinya menyatakan dalam hal peningkatkan proses penyidikan unuk membuat terang terjadinya perbuatan pidana dan segera menetukan siapa tersangkanya,namun Termohon terlebih dahulu menetapkan dan atau memeriksa Pemohon sebagai tersangka,namun tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap pemohon selaku saksi
    40. Bahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menetapkan Pemohon selaku tesangka akan tetapi masih dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan, maka surat panggilan tersebut merupakan panggilan yang tidak sah dikarenakan tinakan demikian merupakan tindakan yang unprosedural, sehingga dengan demikian penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dikategorikan cacat hukum.
    41.  

      4. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA

    42. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Pengancaman dan Pengrusakan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kepada Pemohon hanya berdasar pada Keterangan saksi Saksi dan bukti surat, yaitu dan dengan barang bukti berupa rantai/parang dan gembok yang telah disita,
    43. Bahwa Termohon kurang memahami makna “ bukti permulaan “ ialah suatu nilai bukti yang telah “Mampu” atau telah “Selaras” untuk menduga seseorang sebagai Tersangka,artinya bukti yang telah dijumpai dan dimilki oleh Penyidik telah bersesuain dengan keadaan yang dijumpai pada  seseorang
    44. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam pasal 1 angka 14,KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
    45. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak pidana Pengancaman dan Pengrusakan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Sulawesi Selatan Direktorat Reserse Kriminal Umum kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, termohon selalu mendasarkan pada alat bukti keterangan pelapor semata
    46. Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan pelapor adalah saudara kandung yang sedang memperebutkan harta warisan, dimana tindaan Pemohon hanya datang mencegah agar Pelapor tidak melakukan aktifitas (memanen) sarang burung wallet yang terletak didalam Bangunan yang merupakan menjadi obyek sengketa kewarisan yang masih sedang berproses ditingkat Mahkama Agung melalui upaya hukum luar biasa (Peninjaun kembali),dan terhadap dugaan pengrusakan yang dituduhkan kepada Pemohon adalah bukan merupakan pengrusakan,oleh karena Gembok yang terpasang pada gagang pintu bangunan merupakan milik pemohon yang sebelumnya telah dipasang dibangunan yang menjadi obyek sengketa,sehingga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Pengrusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena itu unsure-unsur tindak pidana yang disangkakan terhadap diri Pemohon tidak terpenuhi (Bukti P.9)
    47. Bahwa berdasar atas sangkaan terhadap diri Pemohon yang diduga melakukan Pengancaman dan Pengrusakan tidak cukup bukti,oleh karena Pemohon hanya melontarkan kata-kata yang ditujukan kepada H.MUH SALEH (Pelapor) dengan kalimat “ Assuko akko tuh degage bulu bulumu”yang artinya “Keluarko dari situ tidak hakmu”dan kalimat yang dilontarkan oleh Pemohon sama sekali tidak mengandung ancaman dan  tidak menimbulkan ketakutan dan atau kecemasan bagi diri pelapor,oleh karena hingga sekarang Terlapor masih menguasai bangunan gedung yang masih menjadi obyek sengketa,sehingga Tindak pidana pengancaman yang disangkakan oleh  Termohon kepada Pemohon tidak memenuhi unsur-unsur Pengancaman
    48. Bahwa hal itu juga diperkuat dengan barang bukti yang disita oleh termohon berupa gembok adalah merupakan milik Pemohon yang sebelumnya telah dipasang pada bangunan gedung sarang wallet yang menjadi obyek sengketa
    49. Bahwa Laporan polisi atas dugaan tindak pidana pengrusakan dan pengancaman yang disangkakan pada diri Pemohon,sebelumnya pernah dilaporkan dan diproses oleh Penyidik Kepolisian Resor Wajo,namun oleh Penyidik Kepolisian resor Wajo menghentikan laporan tersebut,karena tidak cukup bukti adanya perbuatan pidana sehingga Penyidik Polres Wajo menghentikan proses hukumnya
    50. Bahwa surat Perintah Penyelidikan atas dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap Pemohon adalah berdasarkan Laporan Pengaduan H.Muh Saleh tertanggal 20 desember 2021 dengan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Sp-Lidik 2304/XII/RES.1.11/2021.sedangkan dasar hukum Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LPB/70/I/2022/SPKT tanggal 20 januari 2022 oleh Pelapor Hj.Hasnawati
    51. Bahwa
    52. Bahwa atas perbuatan pidana yang disangkakan terhadap diri Pemohon,tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam rumusan Pasal Pengrusakan dan  Pengancaman, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon. 
    53. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
    54. 5. PERBUATAN TEROHON MELAKUKAN,PENANGKAPAN,PENYITAAN DAN PENGGELEDAHAN TANPA ERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN

    55. Bahwa penyitaan atas barang  berupa parang dan gembok oleh Termohon dilakukan secara tidak sah oleh karena tanpa melalui Penetapan Pengadilan Negeri Sengkang,dan barang berupa parang dan gembok yang disita oleh Termohon diperoleh dari Pelapor.
    56. Bahwa barang bukti parang yang disita oleh Termohon adalah barang milik Pemohon yang tersimpan didekat lokasi bangunan gedung sarang burung walet,namun  oleh Pelapor Hj.Hasnawati,mengambilnya dan diserahkan pada saat melakukan Pelaporan
    57. Bahwa barang bukti berupa gembok yang sudah rusak adalah milik Pemohon,yang telah dirusak oleh Pelapor pada saat pelapor akan memasuki bangunan gedung untuk memanen sarang wallet
    58. Bahwa pada tanggal 8 sekitar pukul 5.00 wita Termohon melakukan penggeledahan dengan tanpa seizin dan penetapan Pengadilan dengan demikin termohon melanggar Pasal 33 KUHAP yang berbunyi Bahwa Penggeledahan dilakukan harus ada izin Ketua Pengadilan Negeri dan disaksikan dua orang saksi apabila tersangka dan Penghuninya keberatan
    59. Bahwa dalam hal Penggeledahan yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum dalam Pasal 167 dan Pasal 429  KUHP menjamin hak-hak dasar manusia dimana tempat kediaman tidak boleh iganggu gugat dan menginjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah tanpa kehendak pemiliknya dan tanpa izin yang berhak
    60. Bahwa Termohon melakukan penangkapan terhadap Pemohon adalah perbuatan yang menyimpan dari ketentuan KUHAP dimana penangkapan hanya dapat dilakukan dalam hal seseorang sedang melakukan tindak pidana,,dan terhadapseseorang yang ditangkap bukan karena tertangkap tangan melakukan tindak pidana,maka wajib bagi aparat penegak hukum untuk memanggil seseorang sebagai saksi sebagai wujud prinip duo process of law sebagaimana datur dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945   
    61. Bahwa atas uraian tersebet diatas tidak satupun diantara barang bukti yang disita oleh Termohon dilakukan dengan cara dan menurut  ketentuan hukum yang berlaku
    62. 6. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

    63. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
    64. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari
    65. keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

      3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’

      4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang.Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu.Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”.Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan.Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

      5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

      – ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

      – dibuat sesuai prosedur; dan

      – substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

      Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.

      6. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan para Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :

    66. “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
    67. Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
    68. 7. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada para Pemohon dengan menetapkan para Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap para Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

       

      III. PETITUM

      Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

    69. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
    70. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan para Pemohon sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana Pengancaman dan Pengrusakan,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Termohon (Polri Daerah Sulawesi Selatan Direktorat Reserse Kriminal Umum) adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
    71. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri  Pemohon oleh Termohon;
    72. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada para Pemohon;
    73. Memulihkan hak para Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
    74. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
    75. PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

      Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya