Petitum Permohonan |
Sengkang, 30 November 2018
Perihal : Praperadilan.
Kepada yang terhormat,
Ketua Pengadilan Negeri Sengkang
Di Sengkang.
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
- Sudirman, S.H. -------------------------------------------------------------------------------
- Wahyuddin, S.H. ----------------------------------------------------------------------------
Para Advokat / Penasihat Hukum Beralamat di Jalan Andi Jalantek Nomor 7 Sengkang, Kelurahan Tempe, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo. Bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sengkang dengan Nomor : 265 /SK.PDT/ 2018/PN.SKG tanggal 30 November 2018, ( surat kuasa khusus terlampir).
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri guna mendampingi, mewakili serta mengurus kepentingan hukum pemberi kuasa :
Saharuddin, tempat tanggal lahir/umur Kaluku 12 November 1976/41 tahun, pendidikan STM, agama Islam, jenis kelamin laki-laki, Pekerjaan Wiraswasta (Direktur CV. Fadel Gemilang Perkasa), Selanjutnya disebut Pemohon.
Melawan :
Kejaksaan Agung Republik Indonesia c.q Kejaksaan Tinggi Makassar c.q Kejaksaan Negeri Wajo, selanjutnya disebut sebagai Termohon.
Dengan ini mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon yanng disertai dengan penahanan dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Peningkatan Puskesmas Tosora menjadi Puskemas Rawat Inap dengan sangkaan Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Adapun alasan permohonan Praperadilan Pemohon terhadap Termohon adalah sebagai berikut :
- DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
- Praperadilan Sebagaimana Ketentuan Dalam Pasal 77 KUHAP
Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap tersangka dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan dapat terpenuhi. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
- Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
- Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
- sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
- ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
- Terobosan hukum menyangkut praperadilan diluar ketentuan pasal 77 KUHAP.
- Bahwa dalam perkembangannya Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian dapat diperoleh melalui diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia.
Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti
- permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
- Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.
- “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
- Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
- Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
- KRONOLOGI PENGANGGARAN PROYEK PENINGKATAN PUSKESMAS TOSORA MENJADI PUSKEMAS RAWAT INAP TA 2016
- Bahwa berawal pada tahun 2015 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo sebagai Kuasa Pengguna Anggaran memerintahkan kepada beberapa kontraktor selain dari Pemohon untuk mengerjakan 7 (tujuh) titik yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Wajo, proyek tersebut yaitu proyek peningkatan puskesmas menjadi puskesmas rawat inap termasuk salah satunya adalah puskesmas Tosora dengan syarat pengerjaan proyek tersebut ditalangi oleh kontraktor yang sudah ditunjuk tersebut dan apabila anggaran yang dimaksudkan sudah cair barulah uang yang telah digunakan digantikan dengan anggaran yang tersedia nantinya namun aggaran yang diharapkan akan cair dan terealisasi di tahun 2015 ternyata tidak ada. Sehingga bangunan yang sudah ada dalam proyek peningkatan puskesmas Tosora menjadi puskesmas rawat inap tersebut berhenti.
- Bahwa pada tahun 2016 anggaran proyek peningkatan 7 (tujuh) puskesmas menjadi puskesmas rawat inap telah dianggarkan, termasuk puskesmas Tosora maka sebagaimana prosedur yang ada untuk pengerjaan proyek peningkatan puskesmas Tosora menjadi puskesmas rawat inap TA 2016 harus melalui sistem lelang dan CV. Fadel Gemilang Perkasa ditetapkan sebagai pemenang lelang (penyedia jasa konstruksi) sehingga pada tanggal 27 Juni 2016 dibuat surat perjanjian (Kontrak) nomor 602 / 118 / PPK / DISKES senilai Rp. 807.326.000,- antara H. Huslan, SST, M.Kes, selaku Pejabat Pembuat Komitmen mewakili Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo Nomor 001 tahun 2016, tanggal 18 januari 2016 tentang Penetapan nama-nama pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pejabat pelaksana tekhnis kegiatan (PPTK) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo tahun anggaran 2016 dengan Saharuddin (Pemohon) selaku Direktur CV. Fadel Gemilang Perkasa berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar Nomor 06, tanggal 03 Februari 2016 bertindak mewakili penyedia.
- Bahwa oleh karena pada titik pembangunan proyek peningkatan puskesmas Tosora menjadi puskesmas rawat inap TA 2016 sebelumnya telah dikerjakan sebagiannya pada tahun 2015 oleh Rahmat (CV IRVHAN) maka berdasarkan petunjuk dari Kuasa Pengguna Anggaran dengan Pejabat Pembuat Komitmen, Penyedia diperintahkan untuk melanjutkan saja bangunan yang telah dibangun pada tahun 2015 dan dengan mengembalikan uang orang yang sebelumnya telah mengerjakan proyek tersebut pada tahun 2015 yaitu Rahmat (CV IRVHAN).
- Bahwa dalam proses pengerjaan peningkatan puskesmas Tosora menjadi puskesmas rawat inap TA 2016, diawasi dan diperiksa oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan telah dilakukan serah terima pertama pekerjaan PHO (Provisional Hand Over) sebagaimana berita acara nomor 056.c1/PHO/XI/2016 tanggal 30 November 2016, dan setelah proyek selesai 100% kemudian dilakukan serah terima akhir pekerjaan FHO (Final Hand Over) sebagaimana berita acara nomor 045.b/FHO/IX/2017 tanggal 15 September 2017.
- PROSES HUKUM YANG DILAKUKAN TERMOHON TERHADAP PEMOHON
- Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/R.4.19/Fd.1/11/2018 tanggal 17 September 2018.
- Surat Panggilan Saksi Nomor : SP-61/R.4.19/Fd.1/09/2018 tanggal 20 September 2018
- Undangan pemeriksaan lapangan Nomor B-208/R.4.19/Fd.1/10/2018 tanggal 16 Oktober 2018.
- Surat Panggilan Saksi Nomor : SP-159/R.4.19/Fd.1/11/2018 tanggal 16 November 2018
- Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-32/R.4.19/Fd.1/11/2018 tanggal 22 November 2018.
- Surat Penetapan Tersangka Nomor : 230/R.4.19/Fd.1/11/2018 tanggal tanggal 22 November 2018.
- Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor PRINT-33/R.4.19/fd.1/11/2018 atas diri Pemohon.
- KEBERATAN PEMOHON TERHADAP TERMOHON
- Termohon Menetapkan Pemohon Sebagai Tersangka Tanpa Terpenuhinya Bukti Permulaan Yang Cukup
- Bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka dalam suatu dugaan tindak pidana harus terpenuhi dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP.
- Bahwa Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sebagaimana dimaksud Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP yang pada pokoknya Pemohon telah disangka melakukan suatu tindakan yang telah merugikan keuangan negara pada proyek peningkatan puskesmas Tosora menjadi puskesmas rawat inap TA 2016.
- Bahwa oleh karena itu indikasi kerugian negara sebagaimana pasal yang disangkakan oleh Termohon kepada Pemohon harus jelas dan pasti jumlah kerugian negara yang dimaksud.
- Bahwa untuk kerugian negara dalam perkara ini Termohon harus merujuk pada ketentuan peraturan perundang undangan yaitu :
- Undang-undang No. 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 1 angka 15 “kerugian Negara/Daerah adalah Kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
- Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) Undang Undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian negara yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
- Pasal 1 angka 22 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”.
- SEMA Nomor 4 tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Rumusan Hukum Kamar Pidana, Huruf A Rumusan Kamar Pidana angka 6 “Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian Negara”.
- Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon yang disertai dengan penahan tanpa terlebih dahulu menentukan kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyalahi asas kepastian hukum dan tidak terangnya sangkaan Termohon atas dugaan kuat Pemohon merugikan negara sebagaimana pasal yang disangkakan yaitu Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
-
- Bahwa pasal yang disangkakan oleh termohon kepada pemohon merupakan delik materil sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 25/PUU-XIV/2016. Dalam putusannya, Mahkamah menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang tindak pidana korupsi terkait penerapan unsur merugikan keuangan negara telah bergeser dengan menitikberatkan adanya akibat (delik materiil). Tegasnya unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potensial loss), tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) dalam tindak pidana korupsi, dengan demikian termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka tanpa adanya hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut;
- Bahwa Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa yang mana hal tersebut hanya bernilai satu alat bukti yaitu alat bukti keterangan saksi.
- Bahwa atas tindakan Termohon yang telah menerbitkan surat penetapan tersangka disertai surat perintah penahanan yang hanya berdasarkan pada satu alat bukti adalah perbuatan yang merugikan Pemohon dan telah secara nyata melanggar hak konstitusional Pemohon sebagaimana pasal 28 D ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
- Bahwa dalam Pasal 1 angka 2 KUHP “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
- Bahwa penetapan tersangka terhadap Pemohon yang disertai penahanan oleh Termohon yang tidak didasarkan pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang berwenang menetapkan kerugian negara telah menyalahi berbagai peraturan perundang undangan sebagaimana telah diuraikan diatas dengan
- demikian penetapan Tersangka atas diri Pemohon tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- Bahwa sebelum diterbitkannya Surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Wajo Nomor Print-05/R.4.19/fd.1/09/2018 tanggal 17 September 2018 serta Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-32/R.4.19/Fd.1/11/2018 tanggal 22 November 2018 maka seharusnya Termohon terlebih dahulu mendapatkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memuat jumlah kerugian negara terhadap proyek Peningkatan Puskesmas Tosora menjadi Puskemas Rawat Inap tersebut sehingga didapatkan kerugian negara secara riil.
- Bahwa dari apa yang telah diuraikan diatas terbukti Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang disertai dengan penahanan tidak berdasar pada 2 (dua) alat bukti karena Pemohon ditetapkan sebagai tersangka hanya berdasarkan pada keterangan saksi – saksi yang bernilai satu alat bukti dan tidak ditunjang oleh bukti surat yang dapat menunjukkan adanya kerugian negara sebagaimana yang disangkakan kepada pemohon, yang dengan demikian penetapan Pemohon sebagai Tersangka bertentangan dengan Pasal 1 angka 14 KUHAP.
-
- Bahwa Termohon keliru dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
- Bahwa tanggung jawab penyidik untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
- Bahwa Pemohon telah pula disangka pasal 55 ayat 1 ke 1 dimana pasal tersebut mensyaratkan Pemohon sebagai yang turut melakukan, menyuruh melakukan, dst. Namun dalam perkara ini
- Termohon tidak pernah menetapkan tersangka selain Pemohon sehingga muncul pertanyaan Pemohon turut serta dengan siapa melakukan tindak kejahatan merugikan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada pasal 55 ayat 1 ke 1.
-
Bahwa dari apa yang telah diuraikan tersebut diatas, maka Termohon tidak mampu memenuhi 2 (dua) alat bukti yang sah untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka baik dalam pasal Undang Undang Tindak Pidana Korupsi maupun pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sebab Pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi-saksi yang bernilai satu alat bukti tanpa ditunjang alat bukti surat yang menerangkan indikasi kerugian negara dalam perkara ini sehingga penetapan Pemohon sebagai tersangka tidak beralasan hukum, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- TERMOHON SECARA NYATA TELAH MENYALAHI KETENTUAN PASAL 122 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
- Bahwa Pasal 122 KUHAP “Dalam hal Tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus dimulai diperiksa oleh Penyidik”. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin agar supaya segala tindakan Penyidikan itu semuanya serba dilakukan dengan cepat. (Vide penjelasan pasal 122 KUHAP).
- Bahwa dalam perkara ini, setelah Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor PRINT-33/R.4.19/fd.1/11/2018 atas diri Pemohon, Yang dikeluarkan oleh Termohon ternyata dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan ternyata Termohon tidak melakukan pemeriksaan terhadap diri Pemohon sehingga tindakan Termohon tersebut telah secara nyata menyalahi ketentuan Pasal 122 KUHAP tersebut.
- BAHWA PUTUSAN PRAPERADILAN DALAM PERKARA INI AKAN MENJADI RUJUKAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA PADA KEJAHATAN TINDAK PIDANA KORUPSI
- Bahwa selama ini baik penyidik tindak pidana korupsi pada Kejaksaan Negeri maupun penyidik tindak pidana korupsi pada Kepolisian, apabila penanganan perkembangan suatu kasus Tindak Pidana Korupsi dipertanyakan tindak lanjutnya maka Penyidik selalu beralasan sementara menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan dijadikan dasar pemenuhan alat bukti surat untuk menetapkan tersangka pada perkara Tindak Pidana Korupsi.
- Bahwa dengan demikian apabila Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon berarti penyidik tindak pidana korupsi yang selama ini selalu menjadikan alasan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai dasar terpenuhinya alat bukti surat untuk menetapkan tersangka pada perkara tindak pidana korupsi sudah benar adanya.
- Bahwa namun apabila Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menolak Permohonan Praperadilan Pemohon berarti penyidik tindak pidana korupsi yang selama ini berdalih belum keluarnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga belum bisa menetapkan tersangka korupsi ternyata hanya alasan saja untuk menunda-nunda penetapan tersangka pada perkara tindak pidana korupsi.
- Bahwa dengan demikian putusan Hakim dalam perkara ini, akan menjadi rujukan apakah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat dijadikan dasar ataupun alasan sebagai syarat untuk menetapkan tersangka pada penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh penyidik tindak pidana korupsi.
-
Bahwa berdasarkan dari keseluruhan fakta-fakta yang telah diuraikan diatas, sangat patut dan beralasan hukum Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Sengkang c.q Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutus sebagai berikut :
-
Primair :
- Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
- Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Wajo Nomor : Print-05/R.4.19/Fd.1/09/2018 tanggal 17 September 2018, serta Surat Penetapan Tersangka Nomor : 230/R.4.19/Fd.1/11/2018 oleh Termohon terkait dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP adalah tidak beralasan hukum, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
- Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor : 230/R.4.19/Fd.1/11/2018, tanggal 22 November 2018, seta Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-33/R.4.19/Fd.1/11/2018 tanggal 22 November 2018 atas diri Pemohon yang yang diterbitkan oleh Termohon mengenai dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksudkan Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP adalah tidak berdasar hukum dan tidak sah oleh karenanya Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
- Menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon selaku tersangka adalah cacat hukum/bertentangan dengan hukum ;
- Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
- Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan atas diri pemohon Pemohon ;
- Memerintahkan kepada Termohon untuk mengeluarkan Pemohon dari Tahanan segera setelah putusan dibacakan ;
- Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, nama baik, kedudukan dan harkat serta martabatnya ;
- Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
-
Apabila Yang Mulia Hakim Tunggal berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Hormat kami,
Pemohon / Kuasanya,
Sudirman, S.H. Wahyuddin, S.H.
|